..
Terkait Tindakan Kekerasan Oknum Guru Di Surabaya, Kemen PPPA Tanggapi Kritikan Untuk Status KLA Kota Surabaya

Terkait Tindakan Kekerasan Oknum Guru Di Surabaya, Kemen PPPA Tanggapi Kritikan Untuk Status KLA Kota Surabaya

Jakarta,mediarakyatdemokrasi.com– Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Agustina Erni menanggapi kritik anggota Dewan Pendidkan Isa Ansori terkait status KLA untuk Kota Surabaya yang masih terjadi aksi kekerasan oknum guru di SMPN 49 yang membenturkan kepala siswa ke papan tulis.

Erni menegaskan pemberian penghargaan KLA tersebut, bertujuan agar Kota Surabaya dapat meningkatkan sinergitas dan komitmen mengimplementasikan klaster-klaster dalam indikator KLA khususnya klaster pemenuhan hak anak atas Pendidikan.

Upaya tersebut juga dilakukan dengan melaksanakan pendidikan dengan menerapkan Disiplin Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA) yaitu suatu pola pendisiplinan yang tidak merendahkan martabat anak dan tanpa kekerasan.

Perlakuan oknum guru tersebut, tentunya melanggar UU perlindungan Anak diantaranya pasal 80 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2014.

“Masih adanya anak didik yang mengalami kekerasan oleh oknum Guru, meskipun sekolah tersebut sudah dinyatakan sebagai Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA), faktanya sekolah tersebut masih berproses menuju Satuan Pendidikan Ramah Anak berproses untuk memenuhi 6 komponen SRA. Hal ini juga sejalan dengan Kota Surabaya yang mendapatkan predikat KLA Utama keempat kalinya dinilai belum maksimal dalam penyelenggaraan KLA, karena pada dasarnya penyelenggaraan KLA bukan hanya diukur dari satu indikator saja, namun banyak indikator terkait di dalamnya. Namun kami mengharapkan, implementasi dalam bidang pendidikan dimana setiap anak didik perlu mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial jauh dari kekerasan dan ketakutan. Hal ini bertujuan agar anak juga dapat mengembangkan kepribadiannya, menggali potensi, dan menumbuhkan kepercayaan diri yang baik. Kami yakin tidak mudah mempertahankan kualitas peringkat utama bagi Kota Surabaya, semua membutuhkan sinergitas dan upaya perlindungan anak yang melibatkan semua elemen masyarakat dan pihak terkait lainnya,” terang Erni.

Dalam Melakukan pemenuhan hak dan perlindungan anak di satuan Pendidikan, KemenPPPA telah mengelurakan kebijakan Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA) yang merupakan indikator 19 dari Kabupaten Kota Layak Anak (KLA).

Komitmen ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI No. 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak. SRA adalah perubahan paradigma untuk menjadikan orang dewasa di satuan Pendidikan menjadi orang tua dan sahabat bagi anak dalam keseharian mereka berinteraksi di Satuan Pendidikan.

Oleh karenanya, komitmen satuan Pendidikan menjadi SRA adalah komitmen yang sangat penting dalam menyelamatkan hidup anak Untuk kasus yang terjadi di SMP N 49 Surabaya merupakan kasus pelanggaran hukum karena selain berdampak pada psikologis anak, juga berdampak pada luka fisik yang dialami oleh anak.

Sehingga penanganannya pun akan jauh lebih kompleks dan membutuhkan keterlibatan jejaring lebih banyak lagi, karena baik pelaku maupun korban sama-sama membutuhkan pendampingan psikologis, termasuk siswa yang menyaksikan kejadian tersebut.

“Kami mengapresiasi dengan langkah cepat dan komprehensif yang dilakukan oleh Walikota Surabaya terkait penanganan kasus dengan mengumpulkan seluruh kepala sekolah yang ada di Kota Surabaya untuk diberikan pengarahan dan penguatan. Kegiatan ini melibatkan jejaring yaitu Dinas Pendidikan, Dinas PPPAKB, Dinas Kesehatan, Satuan Pendidikan, Orang Tua, dan lain-lain. Pemkot Surabaya juga berencana mengadakan tes integritas kepada guru-guru, dengan tujuan untuk menguatkan dan memastikan para guru memiliki integritas dalam mengajar," tambah Erni.

Kemen PPPA memberikan penghargaan KLA dengan melihat upaya pemerintah daerah dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan anak dari keseluruhan klaster, mulai dari pemenuhan kepemilikan akta kelahiran dan kartu identitas anak (KIA) bagi seluruh anak, hak partisipasi anak, pemenuhan hak pengasuhan anak, hak kesehatan, hak Pendidikan, dan hingga memastikan pemberian layanan bagi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus (ada 15 kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus).

Mengingat masih ada berbagai permasalahan anak di setiap kabupaten/kota yang tidak dapat dihindari. Termasuk kasus yang terjadi di Kota Surabaya.

“Kota Surabaya yang telah mendapatkan penghargaan KLA merupakan apresiasi atas upaya pemerintah daerah untuk memenuhi hak anak di setiap klaster dengan berlandaskan pada prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup dan kelangsungan hidup, prinsip menghargai pandangan anak, serta dilakukan dengan berkoordinasi dan bermitra bersama perangkat daerah, lembaga masyarakat, dunia usaha dan media,” tutur Erni.

Dengan peristiwa yang terjadi, tentu ada pembelajaran yang harus diingat. Sekolah harus menjadi tempat bagi anak untuk memenuhi hak pendidikan, tentu para guru juga harus berperan sebagai orang tua dan sahabat bagi anak.

“Semua orang dewasa baik pendidik dan tenaga kependidikan mampu berperan sebagai orang tua/pengasuh pengganti, maka apapun yang dilakukan oleh orang dewasa harus menjadi teladan bagi anak, serta mendukung dan terlibat penuh dalam upaya-upaya perlindungan dengan menjamin pemenuhan 6 (enam) komponen SRA yaitu: adanya kebijakan perlindungan anak; SDM terlatih hak-hak anak; proses pembelajaran yang ramah anak dengan pendisiplinan yang tidak merendahkan martabat anak dan tanpa kekerasan; Sarana prasarana yang ramah anak; adanya partisipasi anak (mendengar suara/pendapat anak, anak dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan madrasah, dll); dan partisipasi orang tua dan alumni,” tutup Erni.(mrd/PPPA)

Sebelumnya Kunjungi SMA Taruna Nusantara, Menhan Prabowo Sampaikan Harapannya
Selanjutnya Tak Ingin Sipadan-Ligitan Lepas Lagi, BNPP Perkuat Arsip