Jakarta, mediarakyatdemokrasi.com- Pemerintah mengumumkan 1 Ramadan 1445 Hijriah atau awal puasa di Indonesia jatuh pada 12 Maret 2024 berdasarkan pemantauan hilal di ratusan titik di seluruh Indonesia.
Hal itu diputuskan melalui Sidang Isbat yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) bersama perwakilan ormas-ormas keagamaan hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Jakarta, Minggu (10/3).
"Hilal tidak memenuhi kriteria MABIMS baru, Sidang Isbat secara mufakat menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024 Masehi," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan hasil sidang isbat tersebut, Minggu (10/3) malam.
Indonesia menggunakan kriteria yang disepakati Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) sebagai penentu awal bulan hijriah.
Patokannya adalah tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Agama mengimbau masyarakat untuk mengedepankan sikap saling menghormati terhadap perbedaan awal puasa Ramadan 1445 H/2024 M.
Selain itu, dialog para pihak juga patut dikedepankan untuk bisa memahami dan saling berbagi informasi terkait argumentasi masing-masing dalam mengawali ibadah puasa.
Pesan ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie berkenaan dengan adanya perbedaan awal puasa Ramadan 1445 H/2024 M.
Puasa Ramadan 1445 H/2024 M di Indonesia dipastikan tidak diawali secara bersama-sama. Mayoritas umat Islam akan mengawali puasa Ramadan 1445 H pada 11 dan atau 12 Maret.
Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah sudah mengumumkan awal puasa Ramadan pada 11 Maret 2024.
Sementara Pemerintah baru akan menggelar sidang isbat awal Ramadan 1445 H pada 10 Maret 2024.
Sidang akan memutuskan apakah puasa Ramadan tahun ini akan dimulai pada 11 atau 12 Maret. Namun demikian, ada kelompok jemaah yang sudah mulai puasa pada 7 Maret. Ada juga yang akan mulai berpuasa pada 10 Maret.
“Kita hormati pilihan dan keyakinan umat Islam dalam mengawali puasa Ramadan 1445 H/2024 M. Sikap saling menghormati perlu dikedepankan dalam menyikapi perbedaan,” sebut Anna di Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Dalam semangat saling menghormati itu, kata Anna, ruang dialog tetap harus dibuka. Sebab, ilmu pengetahuan sudah semakin maju dan berkembang, termasuk terkait astronomi.
Penentuan awal bulan Hijriyah bisa didekati secara empiris melalui hisab dan atau rukyatul hilal, tidak semata berdasar keyakinan spiritual semata. Sehingga, argumentasinya juga ilmiah.
“Kemenag terus membuka ruang dialog dan diskusi terkait penentuan awal Ramadan. Dari situ diharapkan akan terjadi proses tukar informasi dan pemahaman terkait pilihan dalam mengawali puasa Ramadan,” sambungnya.
Muhammadiyah, misalnya, menetapkan Ramadan pada 11 Maret karena argumentasi hisab _wujudul hilal_.
Pemerintah menggunakan pendekatan Hisab sebagai informasi awal dan Rukyatul Hilal sebagai konfirmasi.
“Bagaimana argumentasi awal Ramadan 1445 H pada 7 Maret atau 10 Maret? Kita bisa diskusikan agar bisa saling memberikan pemahaman,” sebut Anna.
Hal yang tidak kalah penting, lanjut Anna, adalah bagaimana umat Islam mengisi syiar Ramadan dengan tetap menjaga kekhusyukan dan kekhidmatan. (Ag/rd)