Jakarta, mediarakyatdemokrasi.com- KPK menyita empat bidang tanah dan bangunan terkait kasus dugaan korupsi pada dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur 2019–2022.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo menyebut bahwa penyitaan tersebut dilakukan pada 15–22 Mei 2025.
Adapun empat bidang tanah dan bangunan yang disita itu tersebar dari berbagai wilayah di Provinsi Jawa Timur.
"Bahwa pada tanggal 15–22 Mei, KPK melakukan serangkaian penyitaan terhadap empat bidang tanah dan bangunan yang berlokasi di Probolinggo untuk satu bidang tanah dan bangunan, Banyuwangi satu bidang, dan Pasuruan dua bidang," ujar Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (27/5).
Budi menyebut, empat bidang tanah dan bangunan tersebut diduga diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi yang nilainya ditaksir mencapai Rp 10 miliar.
"Saat ini diperkirakan dari empat aset atau empat bidang tanah dan bangunan tersebut dengan nilai taksir saat ini kurang lebih sebesar Rp 10 miliar," tutur dia.
"Adapun keempat bidang tanah dan bangunan tersebut masih diatasnamakan oleh pihak lain," pungkasnya.
Kasus Dana Hibah
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak. Sahat diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat.
Dana hibah ini dinamai hibah pokok pikiran (pokir). Terkait dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim.
Dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jatim.
Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021.
Sahat yang merupakan politikus Golkar dan seorang pihak lain bernama Abdul Hamid diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.
Sahat sudah menjalani proses sidang dan divonis 9 tahun penjara. Pengembangan kasusnya saat ini tengah diusut.
Dalam pengembangan itu, KPK menetapkan 21 orang sebagai tersangka, tapi identitasnya belum dibeberkan. Begitu juga konstruksi kasusnya.
Berdasarkan perannya, empat tersangka merupakan penerima suap. Tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara. Sementara, satu lainnya adalah staf dari penyelenggara negara.
Sementara, 17 tersangka sisanya berperan sebagai pemberi. Sebanyak 15 orang berasal dari pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.(rd/kump)