Jakarta, mediarakyatdemokrasi.com- Bharada E sempat mengikuti arahan Ferdy Sambo untuk merekayasa peristiwan pembunuhan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Saat itu, dia menurut saja ketika Sambo memberikan sejumlah arahan dan berjanji akan membebaskannya dari jerat hukum.
Namun, setelah skenario busuk itu terkuak, posisi Bharada E makin tersudut. Masa depannya diambang kehancuran karena menuruti perintah Ferdy Sambo membunuh Brigadir J Yang membuatnya makin kesal, pihak Ferdy Sambo dalam penjelasannya justru makin menyudutkan dirinya demi kepentingan pribadi.
Ferdy Sambo membantah ikut menembak Brigadir J Tapi, kini Bharada E sudah tak mau lagi berdiam diri.
Ia ingin mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Melalui kuasa hukumnya, ia meminta sejumlah saksi untuk dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Adapun saksi-saksi yang diminta untuk dihadirkan dalam persidangan itu adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawahti, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal.
Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy mengatakan pihaknya ingin masuk ke dalam tahap pembuktian karena kliennya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan.
"Sesuai dengan asas peradilan agar cepat, kami mohon kepada yang mulia melalui JPU untuk menghadirkan saksi bernama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf," ujar Ronny, di dalam ruang sidang utama Prof Oemar Seno Adji di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (18/10/2022).
Ronny mengatakan pihaknya memohon kepada jaksa agar menghadirkan sejumlah saksi itu dalam waktu tiga hari ke depan merujuk terhadap azas peradilan cepat.
Menyikapi permintaan tersebut, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa menuturkan Ferdy Sambo cs memang bakal dijadikan saksi nantinya. Hanya saja hal tersebut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Kami akan periksa saksi. Mereka akan tetap dijadikan saksi dan dipanggil ke persidangan ini," ujar Wahyu.
"Tapi waktunya tidak sekarang, tidak dalam waktu dekat ini. Kami periksa saksi semua dari awal," sambung dia.
Wahyu malah meminta jaksa untuk memanggil 12 saksi sesuai dengan berita acara pemeriksaan atau BAP. Mereka adalah Kamaruddin Simanjuntak, Samuel Hutabarat, Rosti Simanjuntak, Yuni Artika Hutabarat, Devianita Hutabarat dan Mareza Rizky.
Selain itu Novitasari Nadea, Rohani Simanjuntak, Sangga Parulian, Roslin Emika Simanjuntak, Indrawanto Pasaribu, dan Vera Mareta Simanjuntak.
"Tolong dihadirkan ke persidangan mengingat jarak dan waktu. Kami memberikan keleluasaan kepada JPU untuk bisa diperiksa sesuai dengan Perma tentang Covid-19, jadi bisa zoom," kata Wahyu.
Bharada E tak ajukan eksepsi Berbeda dengan 4 terdakwa lainnya, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E tidak mengajukan eksepsi atau penolakan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait pembunuhan berencana atas Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, dalam sidang perdananya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2022).
Melalui kuasa hukumnya Ronny Talapessy, Bharada E mengatakan dakwaan JPU cermat dan tepat atas pembunuhan BrigadirJ.
Meski kata Ronny Talapessy ada beberapa catatan yang akan disanggah dalam agenda pembuktian di persidangan selanjutnya.
Diantaranya dalam dakwaan JPU disebutkan bahwa Bharada E berdoa terlebih dahulu di lantai dua di rumah Duren Tiga, sebelum mengeksekusi dan menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo.
"Selanjutnya pada saat saksi Kuat Maruf berada di lantai dua, terdajwa Richarrd Eliezer Pudihang Lumiu juga naik ke lantai dua dan masuk ke kamar ajudan. Namun bukannya berpikir untuk mengurungkan dan menghindarkan diri dari rencana jahat tersebut, terdakwa Richard Eliezer justru melakukan ritual berdoa berdasarkan keyakinannya, meneguhkan kehendaknya sebelum melakukan perbuatan merampas nyawa Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata JPU dalam sidang, Selasa (18/10/2022).
Kuasa Hukum Bharada E, Ronny Talapessy mengatakan ritual berdoa yang dilakukan Bharada E saat itu bukanlah untuk meneguhkan kehendaknya untuk merampas nyawa Brigadir J.
Namun kata Ronny, Bharada E berdoa karena ketakutan dan cemas sebab sebelumnya diperintahkan menembak Brigadir J.
"Pastinya situasinya ketakutan, kemudian situasi cemas, jadi klien saya berdoa, tapi detailnya, nanti di pengadilan ya," kata Ronny di akun YouTube CNN, Selasa (18/10/2022) malam.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU ke Bharada E disebutkan bahwa Bharada Richard Eliezer atau Bharada E tergerak hatinya untuk menyatukan kehendak dengan Ferdy Sambo setelah mendengar cerita Ferdy Sambo bahwa istrinya Putri Candrawathi dilecehkan oleh Brigadir J di Magelang.
Karenanya, kata JPU, Bharada E mengaku siap saat Ferdy Sambo memintanya untuk menembak Brigadir J di rumah di Duren Tiga. Permintaan Ferdy Sambo ke Bharada E ini, disaksikan Putri Candrawathi di rumah Saguling.
Selain itu, JPU juga menyatakan bahwa Bharada E berdoa terlebih dahulu di rumah di Duren Tiga, sebelum mengeksekusi Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Penembakan yang dilakukan Bharada E disebut JPU dilakukan tanpa ragu.
"Setelah itu terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang menerima penjelasan tersebut merasa tergerak hatinya untuk turut menyatukan kehendak dengan terdakwa Ferdy Sambo. Di saat yang sama perkataan Ferdy Sambo juga didengar Putri Candrawathi yang langsung keluar dari kamarnya menuju sofa duduk di samping Ferdy Sambo," kata JPU. Selanjutnya kata JPU,
Ferdy Sambo menanyakan apakah Bharada E bersedia menembak Brigadir J. Lalu Bharada E mengaku siap dengan menjawab 'Siap Komandan'.
Karenanya Ferdy Sambo langsung menyerahkan 1 (satu) kotak peluru 9 mm kepada Bharada E dan meminta Bharada E untuk menambahkan amunisi pada Magazine senjata api miliknya.
Dalam kesempatan tersebut kata JPU, Ferdy Sambo mengatakan kembali kepada Bharada E bahwa nanti skenarionya adalah tembak menembak, meskipun Bharada E diminta menembak Brigadir J.
"Sementara terdakwa Ferdy Sambo akan berperan menjaga Richard Eliezer Pudihang Lumiu, karena kalau terdakwa Ferdy Sambo yang menembak, dikhawatirkan tidak ada yang bisa menjaga semuanya," kata JPU.
Saat menjelang eksekusi di rumah Duren Tiga, menurut JPU, Bharada E berdoa di kamar ajudan di lantai dua rumah untuk memantapkan hatinya menembak Brigadir J.
"Selanjutnya pada saat saksi Kuat Maruf berada di lantai dua, terdakwa Richarrd Eliezer Pudihang Lumiu juga naik ke lantai dua dan masuk ke kamar ajudan. Namun bukannya berpikir untuk mengurungkan dan menghindarkan diri dari rencana jahat tersebut, Richard Eliezer justru melakukan ritual berdoa berdasarkan keyakinannya, meneguhkan kehendaknya sebelum melakukan perbuatan merampas nyawa Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata JPU.
Selain itu menurut JPU, Putri Candrawathi ternyata hanya berjarak 3 meter saja dari Brigadir J, saat Brigadir J dibantai dengan diberondong tembakan oleh Bharada E dan Ferdy Sambo, di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Ketika penembakan Putri Candrawathi berada di dalam kamar di lantai satu rumah, tak jauh dari posisi Brigadir J ketika dihabisi yakni di bawah tangga di dekat ruang tamu.
Brigadir J dihabisi oleh Ferdy Sambo dan Bharada E, dengan disaksikan Kuat Maruf dan Ricky Rizal yang tidak berniat mencegahnya.
Karenanya saat Brigadir J dicengkeram oleh Ferdy Sambo dan dipaksa berjongkok, serta Ferdy Sambo berteriak ke Bharada E untuk menembaknya, dipastikan Putri Candrawathi mendengar soal itu termasuk bunyi letusan senjata berkali-kali.
Hal itu terungkap dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibacakan saat sidang pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Putri Candrawathi di PN Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
"Sesampainya di ruangan tengah dekat meja makan, Ferdy Sambo bertemu dan berhadapan dengan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat. Pada saat itu saksi Ferdy Sambo langsung memegang leher bagian belakang Korban. Lalu mendorong korban ke depan sehingga posisinya tepat berada di depan tangga dengan posisi berhadapan," kata JPU.
Sementara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E kata jaksa berada disamping kanan Ferdy Sambo. "Sementara posisi Kuat Maruf berada di belakang Ferdy Sambo dan saksi Ricky Rizal dalam posisi bersiaga untuk melakukan pengamanan bila Brigadir J melakukan perlawanan," kata JPU.
"Sedangkan saksi Putri Candrawathi berada di dalam kamar utama dengan jarak kurang lebih 3 (tiga) meter dari posisi korban Nofriansyah Yosua Hutabarat berdiri. Kemudian Ferdy Sambo langsung mengatakan kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat langsung mengatakan kepada korban dengan perkataan, 'jongkok kamu'," kata JPU.
Kemudian kata JPU, Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J.
"Sebagai seorang Perwira Tinggi di Kepolisian Negara Republik Indonesia berpangkat lnspektur Jenderal yang sudah lama berkecimpung dalam dunia hukum sepatutnya bertanya dan memberikan kesempatan kepada Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat untuk menjelaskan tentang hal yang terjadi sebagaimana cerita saksi Putri Candrawathi tentang pelecehan yang terjadi di Magelang," katanya.
Setelah mendengar teriakan terdakwa Ferdy Sambo, kata JPU, Bharada E sesuai dengan rencana jahat yang telah disusun sebelumnya, dengan pikiran tenang dan matang serta tanpa ada keraguan sedikitpun karena sudah mengetahui jika menembak akan mengakibatkan dirampasnya nyawa Brigadir J, langsung mengarahkan senjata api Glock-17 Nomor seri MPY851 ke tubuh Brigadir J dan menembakkan senjata api miliknya sebanyak 3 (tiga) atau 4 (empat) kali.
"Hingga korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terjatuh dan terkapar mengeluarkan banyak darah," ujarnya.
Kemudian, kata JPU, Ferdu Sambo menghampiri korban yang tergeletak di dekat tangga di depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup dan masih bergerak-gerak kesakitan.
"Lalu untuk memastikan benar-benar tidak bernyawa lagi terdakwa Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak 1 (satu) kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, hingga korban meninggal dunia," ata JPU.
Menurut JPU, tembakan Ferdy Sambo tersebut menembus kepala bagian beiakang sisi kiri korban melalui hidung yang mengakibatkan adanya Iuka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar.
"Lintasan anak peluru telah mengakibatkan rusaknya tulang dasar tengkorak pada dua tempat yang mengakibatkan kerusakan tulang dasar rongga bola mata bagian kanan dan menimbulkan resapan darah pada kelopak bawah mata kanan yang lintasan anak peluru telah menimbulkan kerusakan pada batang otak," kata JPU.
Setelah itu kata JPU, Ferdy Sambo mengambil senjata api Brigadir J dan menembakkan ke sekeliling untuk merancang skenario terjadi tembak menembak antara Bharada E dengan Brigadir J.
"Lalu Ferdy Sambo masuk ke dalam kamar untuk menjemput Putri Candrawathi dan membawanya keluar rumah dengan merangkul kepala menempel ke dada. Sesampai di luar rumah, Ferdy Sambo meminta Ricky Rizal mengantarkan Putri Candrawathu ke rumah Saguling," katanya.
Menurut JPU, Putri Candrawathi dengan tenang dan acuh tak acuh atau cuek pergi meninggalkan rumah dinas Duren Tiga menuju ke rumah Saguling 3 No. 29.
"Padahal korban Nofriansyah Yosua Hutabarat merupakan ajudan yang sudah lama dipercaya oleh Ferdy Sambo untuk melayani, mendampingi, dan mengawal Putri Candrawathi dimanapun berada. Sehingga dari hubungan kedekatan yang sudah terjalin selama ini maka kematian korban Nofriansyah Yosua Hutabarat seharusnya mempengaruhi kondisi batin Putri Candrawathi," kata JPU. (mrd/Tribunnews)