Surabaya, mediarakyatdemokrasi.com- Kilas balik terkait program yang katanya memakmurkan Pesantren di Provinsi Jawa Timur dengan dinamai One Pesantren One Product (OPOP) yang kini ramai kembali menjadi pembahasan setelah menjadi sorotan LSM dan Media.
OPOP yang berdasarkan presentasi para pengurusnya digambarkan sangat mulya dan ber integritas, namun sayangnya banyak temuan kebobrokan dalam hal yakni cara penggalian anggaran hingga pelaksanaannya.
OPOP pertama kali disorot oleh media ini pada tahun 2020 lalu, dimana saat itu adanya temuan terkait pembelanjaan pengadaan barang dan jasa yang dinilai melanggar aturan dimana nilai anggaran pembelanjaan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang nilainya diatas Rp200juta seharusnya sistem tender namun dipecah kecil-kecil hingga menjadi sistem PL (Pengadaan Langsung).
Bahkan hasil dari investigasi media ini, beberapa kepala OPD mengaku merasa diintimidasi oleh oknum pengurus yang mengaku sebagai tim penguatan dan termaktub dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur yang ditetapkan pada 6 November 2019.
"Berbekal SK tersebut, mereka mendatangi para kepala OPD untuk menyampaikan kerjasama, namun sebagian ada yang menerima juga ada yang menolak. Tapi juga membuat dilema. Karena jika tidak diterima itu mereka mengatasnamakan Gubernur, sedangkan jika diberi pun sudah tidak ada anggaran, mengingat anggarannya sudah ter ploting di masing-masing pos."
"Karena pada saat itu juga pada posisi pandemi, jadi mereka memangkas beberapa pos pekerjaan dengan dalih refokusing, padahal dana untuk penanggungan Covid kan sudah ada."
"Siapa yang berani menolak? Karena resikonya ya posisi mereka."
Dalam pelaksanaan OPOP juga sangat rentan pelanggaran hukum tindak pidana korupsi.
Dimana setelah itu, merujuk Peraturan Gubernur Jawa Timur no 62 tahun 2020 tentang OPOP, semakin miris dan terkesan kurang spesifik dalam pelaksanaan OPOP itu terutama terkait pendapatan anggaran pelaksanaan, yang tidak secara spesifik penerima atau perbendaharaannya, sedangkan anggaran yang didapat berdasarkan Peraturan Gubernur tersebut melalui APBD dan Swasta yang tidak mengikat.
Atas hal ini, sebagai dasar pengungkapan dugaan permainan anggaran OPOP, media ini berupaya melakukan investigasi lanjutan yang antaralain :
1. Mengirimkan surat permohonan wawancara khusus ke Komisi E DPRD Jatim yang diketahui telah membidangi serta bagian yang meloloskan Pergub no 62 tahun 2020 tersebut, namun sayangnya hingga pergantian jabatan hingga berita ini ditayangkan pun tak ada agenda untuk dilakukan wawancara khusus tersebut, sehingga makin menimbulkan kecurigaan publik atas pelaksanaan Program OPOP tersebut.
2. Media ini juga telah melakukan pengajuan permohonan informasi kepada Dinas Koperasi dan UKM Jatim ke Komisi Informasi, guna mempertanyakan rincian anggaran pelaksanaan mulai dari pemasukkan dan pengeluaran, yang akhirnya disepakati pihak Dinkop manyetujui memberikan informasi yang diminta yang diakui pelaksanaan sejak tahun 2020-2023, namun sayangnya yang diberikan hanya selembar kertas yang hanya berisi kan nama/jenis pekerjaan dan nilai anggarannya saja yang dirasa tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan.
Ditemukan jenis pekerjaan dimulainya pekerjaan pelaksanaan OPOP di Dinas Koperasi dan UKM Jatim
Karena jawaban yang dikirimkan dirasa tidak sesuai dengan ekspektasi, media ini pun mendapatkan informasi lanjutan dari berbagai sumber termasuk data pelaksanaan yang tidak dicantumkan yakni waktu pelaksanaan kegiatan, seperti data yang dikirimkan melalui jawaban surat resmi Dinas Koperasi dan UKM, ternyata ada banyak nama dan jenis pekerjaan yang telah dilaksanakan pada awal hingga akhir tahun 2020 yang bilamana data yang disampaikan tercantum 4 jenis pekerjaan saja, namun faktanya ada jenis pekerjaan lain lebih dari itu yang angkanya jika digabungkan mencapai nilai Miliaran Rupiah.
Atas hal itu, media ini mengirimkan konfirmasi kembali kepada Dinas Koperasi dan UKM Jatim, dan pihak Dinkop mengirimkan jawaban secara resmi mengakui bahwa pelaksanaan OPOP menggunakan acuan SK Gubernur tahun 2020.
Timbul persoalan baru
Atas jawaban tersebut, semakin menimbulkan kecurigaan mengingat SK tahun 2020 yang dimaksud baru ditetapkan pada tanggal 21 Desember 2020, sedangkan sesuai hasil temuan data telah terdapat nama dan jenis pekerjaan yang dilaksanakan (Januari-November 2020) sebelum SK di tetapkan.
Sedangkan apabila mengacu Peraturan Gubernur no 62 tahun 2020 tentang OPOP saja juga baru ditetapkan pada tanggal 12 Oktober 2020.
Adanya fakta-fakta yang ditunjang berdasarkan data penunjang, maka bisa jadi program OPOP ini melalui tim penguatan diduga kuat menjadi ladang korupsi mantan Gubernur Jawa Timur yang kini telah mencalonkan kembali periode 2024-2029.
Dan atas hal tersebut juga, media ini telah merangkum beserta data akan melanjutkan hingga melakukan upaya hukum dengan membawa persoalan ini ke penegak hukum tindak pidana korupsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia demi terciptanya Jatim bersih dari praktek Korupsi. (Crd)