Surabaya, mediarakyatdemokrasi.com- Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi melakukan rotasi besar-besaran di Pemkot Surabaya, Sabtu (31/5/2025).
Ada 11 nama kepala dinas yang mendapat kepercayaan posisi baru pada proses rotasi tersebut.
Berlangsung di Pemkot Surabaya, 3 nama kepala dinas digeser menempati posisi asisten, yakni: Dewi Soeriyawati sebagai Asisten Perekonomian dan Pembangunan, M Fikser sebagai Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, serta Anna Fajriatin sebagai Asisten Administrasi Umum. Kemudian Ikhsan dipercaya di posisi Inspektur.
Selain keempat posisi tersebut, ada 7 nama yang dipercaya mengisi jabatan baru.
Di antaranya adalah R Rachmad Basari (Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda)), Febrina Kusumawati (Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopdag)), Achmad Zaini (Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (PP), Mia Santi Dewi (Kepala Dinas Sosial (Dinsos)), Agus Hebi Djuniantoro (Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker)), Irvan Widyanto (Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)), serta Tundjung Iswandaru (Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol)).
Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan masing-masing pejabat dipimpin langsung oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi.
Selain para kepala dinas tersebut, Wali Kota juga melantik 223 pejabat dari berbagai Perangkat Daerah (PD).
Eri Cahyadi menjelaskan bahwa rotasi jabatan sebagai bagian dari pengembangan diri Aparatur Sipil Negara (ASN). Dengan menempati posisi baru, maka akan ada upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik.
"Saya pernah menyampaikan bahwa jabatan itu tidak boleh terlalu lama. Cukup 2 tahun, maksimal 2,5 tahun, harus bisa berpindah kepada jabatan yang lainnya,” ujar Wali Kota Eri yang juga mantan ASN Pemkot Surabaya ini.
Dengan merasakan tantangan di berbagai posisi, maka wawasan dan kemampuan analisis akan berkembang secara menyeluruh. Pejabat yang bersangkutan dapat menyelesaikan masalah yang kompleks.
Selain itu, proses rotasi juga tidak lepas dari merit sistem yang dilakukan pihaknya selama ini. Mempertimbangkan kualitas kerja dan kualifikasi keahlian, Wali Kota lantas memberikan penilaian.
Selain itu, sebanyak 55 di antaranya adalah pejabat yang naik jabatan berdasarkan proposal yang diajukan. Sedangkan sisanya mengalami rotasi sesuai hasil asesmen.
"Sebanyak 55 pejabat ini adalah orang yang naik menggeser yang lainnya berdasarkan proposal yang masuk,” katanya.
Untuk melakukan penilaian pihaknya juga melibatkan Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).
Melalui kompetensi, pengalaman, dan evaluasi mendalam, ASN di posisi teknis harus memiliki kemampuan teknis yang mumpuni.
Sedangkan untuk posisi manajerial, dibutuhkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
"Kalau dia di pelaksana teknis seperti Eselon III Kabid-kabidnya, maka harus orang yang tahu (teknis) ilmunya. Kalau dia manajerial, maka dibutuhkan sekolah pasca sarjana untuk S2, sampai dia doktor,” terang Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Universitas Airlangga (Unair) ini.
Selain itu, pihaknya tidak ingin rotasi serumpun (tour of duty) disikapi secara berlebihan. Sebab menurutnya, ASN yang telah menduduki posisi lebih dari dua tahun cenderung berada di zona nyaman.
Apabila ASN berada di zona tersebut, maka cenderung tidak melakukan inovasi yang berakibat menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Karenanya, dengan rotasi tersebut maka para ASN dapat mengelola persoalan di lintas dinas. Baginya, birokrasi adalah instrumen pelayanan masyarakat, bukan alat politik kekuasaan.
“Sekali lagi saya tegaskan, birokrasi bukan untuk kepentingan politik, tapi birokrasi untuk pelayanan publik,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Pelantikan ini sekaligus menjadi kali pertama Wali Kota Eri melakukan rotasi jabatan sejak dia dilantik sebagai Wali Kota Surabaya pada periode kedua, Februari 2025 lalu.
Meskipun belum 6 bulan dilantik sebagai Wali Kota, proses rotasi tersebut telah seizin Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Seluruh perubahan struktural telah memperoleh izin resmi dari instansi terkait.
“Karena sekarang terkait dengan perubahan apapun yang ada di pemerintahan, terkait struktural, maka harus mendapatkan izin dari BKN dan Kemendagri,” katanya. (rd/Trib)