Jakarta, mediarakyatdemokrasi.com- Kejaksaan Agung menyatakan mulai memeriksa vendor atau penyedia barang laptop berbasis Chromebook dalam kasus korupsi pengadaan laptop Program Digitalisasi Pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan pemeriksaan tersebut untuk mendalami bagaimana teknis pengadaan Chromebook di era Menteri Nadiem.
"Sekarang kami masih terus melakukan penggalian dan penyidik sudah mulai melakukan pemeriksaan kepada vendor," kata dia di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Jumat, 13 Juni 2025.
Berdasarkan keterangan dari pihak vendor, Harli menyebutkan bahwa pengadaan laptop dilakukan melalui sistem e-katalog.
Dalam sistem tersebut, seluruh ketentuan dan spesifikasi laptop yang ditawarkan sudah tercantum, sehingga tidak melalui proses lelang.
"E-katalog itu baik dan itu yang terus dilakukan oleh pemerintah dalam sistem pengadaan karena dia kan tidak ada lagi misalnya pertemuan-pertemuan dalam rangka memitigasi adanya tindakan-tindakan politik," kata Harli.
Dari pihak vendor inilah nantinya akan ditelusuri lebih lanjut mengenai proses pengadaan melalui e-katalog.
Penyidik akan mendalami bagaimana mekanismenya, sejauh mana keterlibatan para vendor, serta jumlah vendor yang ikut dalam proses tersebut.
Adapun salah satu vendor yang sudah diperiksa Kejagung adalah RS yang merupakan Manajer Pemasaran PT Acer Indonesia tahun 2020.
Pemeriksaan dilakukan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan pada Kamis, 12 Juni 2025.
Kejagung mengusut dugaan korupsi pengadaan laptop ini setelah mengendus ada kongkalikong atau permufakatan jahat yang mengarahkan tim teknis pengadaan di Kementerian Pendidikan untuk membuat kajian yang mengunggulkan laptop Chromebook.
“Supaya diarahkan (pengadaan) pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chrome,” kata Harli pada Senin pekan lalu, 2 Juni 2025.
Sebagai informasi, Kejaksaan mencatat total anggaran pengadaan sejuta laptop Chromebook ini mencapai angka Rp 9,982 triliun.
Dana itu terdiri dari Rp 3,582 triliun yang bersumber dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan Rp 6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kejagung menduga proyek ini bermasalah karena sebelumnya Kemendikbud telah membuat kajian yang menyatakan Chromebook itu tak cocok digunakan di Indonesia yang memiliki keterbatasan jaringan internet.
Kajian itu menyarankan agar menggunakan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun kajian itu justru diubah. Nadiem Makarim sendiri telah membantah terjadi perubahan kajian.
Dia menyatakan kajian pertama dan kedua memiliki tujuan yang berbeda. Menurut dia, kajian pertama bertujuan untuk penggunaan di daerah 3T (terpencil, terdepan, dan terluar).
Sementara kajian kedua ditujukan untuk penggunaan di daerah yang sudah memiliki jaringan internet yang baik. (rd/komp)