..
Rawan Timbulkan Konflik Kepentingan, Anwar Usman Dan Asrul Sani Tak Diperbolehkan Tangani Sengketa Pemilu
Kolase Anwar Usman dan Asrul Sani hakim MK

Rawan Timbulkan Konflik Kepentingan, Anwar Usman Dan Asrul Sani Tak Diperbolehkan Tangani Sengketa Pemilu

Jakarta, mediarakyatdemokrasi.com- Mantan Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK) Jimly Asshiddiqie meminta agar Hakim MK Anwar Usman dan Arsul Sani tak ikut dalam menanangi gugatan sengketa hasil Pemilu 2024 di MK.

Pasalnya Jimly menilai Anwar Usman dan Arsul Sani masih berkaitan dengan peserta Pemilu 2024.

Diketahui, meski KPU masih melakukan proses penghitungan suara, tapi publik kini telah ramai dengan dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Kubu yang terus menggaungkan dugaan kecurangan Pemilu 2024 adalah kubu paslon nomor urut satu,

Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Serta kubu paslon nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Tak menutup kemungkinan, nantinya baik kubu Anies-Cak Imin atau Ganjar-Mahfud mengajukan gugatan sengketa hasil Pemilu 2024 ke MK.

Untuk itu, Jimly meminta Anwar Usman dan Arsul Sani untuk mundur dalam penanganan sengketa Pemilu 2024.

Jimly menjelaskan, Anwar Usman harus mundur dari penanganan sengketa Pemilu di MK karena ia berkaitan dengan PSI.

Diketahui, Anwar Usman merupakan ipar dari Presiden Jokowi dan paman dari Ketua Umum PSI, yakni Kaesang Pangarep. Atas hubungan paman dan keponakan antara Anwar Usman dan Kaesang ini,

Jimly pun meminta Anwar Usman untuk tak ikut menangani sengketa Pemilu 2024 di MK. Selanjutnya Arsul Sani juga tak boleh ikut menangani sengketa Pemilu karena ia sebelumnya adalah politisi PPP.

Tak hanya itu, Arsul Sani juga sempat menjadi anggota legislatif dari PPP sebelum ia dilantik sebagai Hakim MK. Jimly menjelaskan, hal tersebut harus dilakukan agar tidak timbul ketidakpercayaan di masyarakat.

"Supaya tidak menimbulkan ketidakpercayaan, saya anjurkan juga Pak Arsul membuat pernyataan terbuka untuk tidak akan terlibat, melibatkan diri atau dilibatkan dalam penanganan perkara Pilpres dan Pileg yang berkaitan dengan PPP yang berada di kubu 03," kata Jimly, dilansir WartakotaLive.com, Rabu (6/3/2024).

Jimly menambahkan dengan adanya kesadaran tersebut, akan ada dua hakim MK yang tidak terlibat dalam perkara sengketa Pilpres maupun Pileg.

Dengan begitu diharapkan masyarakat juga percaya atas penanganan perselisihan hasil Pemilu 2024 yang dilayangkan ke MK.

"Jadi untuk Pemilu dua hakim itu tidak ikut, cukup itu hakim MK. Jadi dua hakim itu boleh terlibat segala perkara, tapi untuk pilpres dan partai yang ada kaitan benturan kepentingan dengan dia, dia off," ujar Jimly.

TPN Ganjar Mahfud Ingin MK Tangani Sengketa Pilpres 2024 dengan Profesional Deputi Hukum TPN Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) untuk berani membuat terobosan hukum untuk mengadili Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada Pemilu 2024.

Todung menyampaikan, ada wind of change atau angin perubahan di tubuh MK seiring dikeluarkannya tiga putusan terkait jadwal Pilkada Serentak 2024, independensi Jaksa Agung, dan ambang batas parlemen (parliamentary treshold).

"Saya melihat dari tiga putusan tersebut, MK telah kembali ke jati dirinya sebagai penjaga konstitusi, bukan menjadi kepanjangan tangan kekuasaan," kata Todung dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/3/2024).

Menurut Todung, independensi dan profesionalisme MK sebagai penjaga konstitusi sangat penting karena MK telah banyak disorot publik.

Bahkan, hampir kehilangan kepercayaan dari rakyat pasca putusan nomor 90 yang memberi 'karpet merah' kepada Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres pada Pilpres 2024.

Todung menjelaskan, kembalinya MK pada jati dirinya akan teruji ketika MK menghadapi ujian lebih berat untuk mengadili sengketa pemilu.

"Saya menyampaikan ini, karena paslon 03 pasti akan mengajukan permohonan PHPU ke MK setelah selesai perhitungan manual yang dibuat KPU pada 20 Maret 2024. Dan saya yakin paslon 01 juga akan mengajukan gugatan PHPU ke MK," ungkap Todung.

Masyarakat, kata dia, sangat membutuhkan MK yang independen, MK yang profesional dalam menjalankan fungsinya atau marwahnya dalam mengadili perselisihan hasil pemilu.

Todung menyatakan pihaknya mengharapkan MK akan memeriksa permohonan sengketa Pilpres 2024 secara teliti dan seksama, profesional penuh dengan integritas, dan tidak hanya fokus pada perbedaan perolehan suara.

"Karena pemilu itu harus dilihat secara holistik, tidak parsial. Pemilu itu proses panjang dari pra pemilihan, pemilihan atau pencoblosan, dan pasca pencoblosan. Semua proses ini disebut sebagai Pemilu atau Pilpres," ujar Todung.

Menurutnya, penyelenggaraan pemilu tidak bisa dikatakan hanya saat pencoblosan atau penghitungan suara. Justru berdasarkan hukum, proses justru lebih penting ketimbang hasil.

"Dengan demikian, pelanggaran dan kecurangan pemilu yang disebut terstruktur, sistematis, dan massif itu harus diteliti, harus dipelototi, dan dianalisa oleh MK," kata Todung.

Dia menambahkan, ada contoh yang ditunjukkan MK di Austria, Kenya, dan Malawi yang berani membuat putusan tegas soal pemilu, dengan melihat pemilu secara holistik, tidak parsial atau hanya melihat hasil perhitungan suara.

Hal itu, bisa diikuti oleh MK Indonesia dalam mengadili perselisihan pemilu tanpa mengabaikan keseluruhan tahapan atau prosesnya yang bermasalah.

Sebab, jika hanya melihat hasil perhitungan suara, maka proses sebelum pencoblosan bisa dianggap tidak bermasalah.

Padahal, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) punya catatan sejumlah masalah sebelum hari pencoblosan hingga pasca-pencoblosan yakni ketika rekapitulasi suara dilakukan melalui Sirekap.

"Bawaslu saja mencatat banyak masalah apalagi kita sebagai paslon, parpol, dan civil society. Jadi apakah ini harus diputihkan dan dianggap yang perlu diselidiki hanya perolehan suara," pungkasnya. (Ag/Tribunnews/Wartakotalive)

Sebelumnya PDIP Tegaskan Megawati Tak Pernah Beri Instruksi Pengajuan Hak Angket, Tapi...
Selanjutnya Status Gus Mudhlor Dalam Kasus Pemotongan Dana Insentif ASN BPPD Sidoarjo, Begini Kata KPK