Surabaya, mediarakyatdemokrasi.com- Banyak orang bertanya, bolehkah membayar Zakat Fitrah menggunakan uang, bukan beras? Berikut penjelasan ulama, Buya Yahya.
Apa itu Zakat Fitrah? Yakni zakat yang wajib diberikan orang Islam tiap setahun sekali pada bulan Ramadhan.
Seperti halnya zakat pada umumnya, Zakat Fitrah juga dianjurkan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya.
Tak hanya orang dewasa, Zakat Fitrah diwajibkan bagi segala usia sebagai bentuk santunan kepada fakir miskin.
Dikatakan bahwa Zakat Fitrah merupakan penyuci bagi orang yang berpuasa dari hal-hal yang menodai puasa.
Meski begitu membayar Zakat Fitrah lebih diutamakan dengan makanan pokok atau beras bagi masyarakat Indonesia.
Namun bagaimana hukumnya jika membayar Zakat fitrah dengan uang?
Buya Yahya menjelaskan hukum membayar Zakat Fitrah dengan uang sesuai para mazhab.
Dilansir melalui channel YouTube Sinar Islam dikutip Tribunkalteng.com, Minggu (16/4/2023), Buya Yahya menjelaskan hukum membayar Zakat Fitrah dengan uang.
Buya Yahya mengatakan bahwa zakat fitrah dari mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali adalah makanan pokok yang dimakan selama ini.
"Zakat fitrah adalah dari makanan pokok yang kita makan selama ini," kata Buya Yahya sesuai mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali.
Buya Yahya menjelaskan makanan pokok umat Islam umumnya adalah nasi. Jadi menurutnya membayar zakat fitrah sesuai mazhab Syafi'i, Maliki dan Hambali adalah beras.
Pendakwah itu pun menerangkan perhitungan dalam membayar zakat fitrah. "Jika 1 sha itu setara dengan 4 kali genggaman tangan, jika 1 mud, kurang lebihnya 6-7 ons," terangnya.
Perhitungan tersebut termasuk mazhab Syafi'i. Menurut Buya Yahya dalam mazhab Imam Syafi'i zakat fitrah tidak bisa dibayarkan dengan uang.
“Dalam mazhab Imam Syafi'i memang tidak bisa dikeluarkan dalam bentuk uang,” jelasnya.
Sesuai mazhab besar, menurut Buya Yahya ada mazhab Imam Abu Hanifa’ta yang menyebutkan bisa diganti dengan uang.
Hukum tersebut juga diambil oleh Imam Romli. “Berfatwa demikian, itu memperkenankan dengan tegas, beliau tanpa pakai syarat langsung boleh diganti dengan dirham, dinar, atau uang,” ungkap Buya Yahya.
Kemudian Buya Yahya menjelaskan bahwa membayar zakat fitrah dengan uang, hukumnya boleh saja.
“Dalam keadaan normal pun boleh kita ganti dengan uang,” jelasnya.
Hal ini bisa dilakukan tergantung pada kenyamanan sang pembayar zakat fitrah.
“Bisa jadi di hari ini lebih perlu kepada yang namanya uang, daripada beras. Karena beras mungkin sudah ada, tapi lauk yang belum ada,” ucapnya.
Hal ini juga sesuai pendapat Imam besar mazhab Imam Hanafi. Buya Yahya pun menerangkan untuk umat Islam yang ingin membayar zakat fitrah dengan uang, menurutnya tak usah ragu.
Hal itu bisa dilakukan dengan mengikuti mazhab Hanafi.
"Maka tidak usah ragu, jika ingin menggunakannya, maka ikutlah mazhab Hanafi," terangnya.
Adapun sebagian yang mendiskusikan tentang taqlid harus mengikuti hitungan takaran mazhab Hanafi.
“Ulama-ulama sudah menjelaskan, ikutlah saja langsung ukurannya mazhab Syafi'i, kemudian diganti dengan uang,” jelasnya lagi.
"Dan di dalam mazhab Abu Hanifa sendiri ada dua," lanjutnya.
Buya Yahya mengatakan perbedaan diantara mereka bukan berada di dalam mazhab Hanafi sendiri. Tetapi, menurutnya perbedaannya dalam hitungan menbayar zakat fitrahnya.
"Ada yang setengah sha, ada yang 1 sha," ungkapnya.
“Setengah sha, kalo kita mengeluarkan Bur, atau mengeluarkan anggur yang dikeringkan," tambahnya.
"Mungkin ini lebih mahal. Lain halnya dengan kurma, maka satu sha,” sambung Buya Yahya. (*)